Minggu, 05 April 2009

Supandri, Penemu Alat Peraga Praktik Listrik

MATA pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam/IPA Listrik agaknya tidak bisa dipelajari melalui teori semata, tetapi harus diikuti dengan kegiatan praktik. Dengan melihat langsung mekanisme kerjanya, siswa mudah memahami komponen listrik ketimbang membacanya melalui teori-teori dalam buku yang terkesan sebatas mengajak siswa untuk ’berkhayal’.
HANYA saja, alat peraga untuk itu amat terbatas jumlahnya. Malah, Kotak Instrumen Terpadu (KIT) buatan luar negeri-bantuan kepada sekolah dasar-dipakai bergiliran satu gugus sekolah yang terdiri atas empat sekolah. Saling pinjam alat peraga antarbeberapa SD ini bisa menjadi persoalan jika SD-SD tadi punya jadwal pelajaran yang jam dan harinya bertepatan.
Beruntung kini ada Supandri, warga Desa Peteluan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang mampu menjawab keterbatasan itu dengan alat peraga sederhana yang dibuatnya. Alat praktikum IPA Listrik untuk siswa kelas VI SD ini berbahan sederhana. Bahannya berupa papan tripleks, kawat email, kawat semur berserat, jepitan lidah buaya, fiting senter, mur, baut, resistor, sakelar, ditambah aluminium sebagai rangka merakit komponen itu.
DENGAN alat yang dirangkainya itu, selain membantu siswa untuk memahami pengukuran arus dan tegangan pada resistor hubungan seri, paralel, serta campuran, Supandri juga berhak mendapat penghargaan Teknologi Terapan Tahun 2002 Kategori Penemu, yang diselenggarakan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB.
"Istri saya nanya, bagaimana caranya mengajar IPA Listrik agar lebih mudah dipahami oleh siswa," ujar karyawan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) NTB ini tentang proses ’pencariannya’ menemukan alat peraga itu.
Pertanyaan sang istri (Siti Aisyah, guru SD)-mungkin juga kesulitan yang dialami oleh sebagian besar guru SD-memicunya untuk mencari solusi. Riset adalah langkah awal Supandri mencari solusi.
KIT buatan luar negeri itu, di samping jumlahnya terbatas, juga punya kelebihan dan kelemahan. Kelemahannya adalah KIT berbahan plastik dan tidak dilengkapi rangkaian campuran (seri dan paralel). Kekurangan KIT itu ia sempurnakan dengan komponen lain dengan bahan baku lokal yang umumnya barang bekas.
Alat bikinan Supandri itu memudahkan para guru dan siswa karena dilengkapi dengan petunjuk berupa langkah kerja di dalam merangkai kabel hubungan seri, paralel, dan campuran. Dibuat dalam bentuk kotak persegi, alat ini bisa dibuka dan ditutup, yang memudahkan siswa menyaksikan cara kerjanya.
Itu diketahui setelah melalui proses uji coba selama hampir dua tahun sejak tahun 1999. Para guru dan siswa SD 11 dan SD 16 Mataram merasa terbantu di dalam merangkai hubungan campuran yang tidak ada pada alat peraga dari luar negeri itu.
Dengan alat ini, siswa belajar sendiri sehingga para guru tidak perlu repot-repot membaca beberapa buku teori kelistrikan yang harus dibahas di depan kelas dan diselesaikan dalam satu caturwulan atau enam bulan (semester).
Mata pelajaran IPA Listrik meliputi beberapa pokok bahasan dan subpokok bahasan yang harus disampaikan kepada siswa. Misalnya, untuk pokok bahasan magnet ditargetkan 16 jam pelajaran, pokok bahasan listrik 30 jam pelajaran, ditambah subpokok bahasan yang rata-rata memiliki durasi delapan jam pelajaran dan harus diselesaikan selama satu caturwulan atau satu semester.
Sedangkan untuk pelajaran praktik ternyata jarang terlaksana karena alat peraga yang terbatas. Dengan alat itu, teori mata pelajaran IPA Listrik bisa dipersingkat menjadi dua minggu, jam pelajaran selebihnya digunakan untuk kegiatan praktik, sebagai salah satu tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bahkan, teknik dasar kelistrikan yang didapat di sekolah itu mungkin bisa diimplementasikan oleh para siswa di rumahnya tanpa harus menunggu tukang instalatir. Bila dikalkulasikan dengan uang, alat buatan Supandri relatif murah, Rp 200.000-Rp 500.000 per unit.
Kerja keras Supandri mendapat respons dari Dinas Dikpora NTB yang menyediakan anggaran untuk memperbanyak alat peraga itu. Dengan total biaya Rp 19.800.000 dalam tahun anggaran 2004 ini, Supandri ditugasi membuat 36 unit alat peraga seharga Rp 550.000 per unit. Pembuatan alat itu ditangani siswa Sekolah Teknik Menengah (STM) Mataram, sedangkan desainnya dibuat Supandri.
"Jumlah itu masih kurang karena beberapa SD di NTB umumnya memesan 50-100 unit alat peraga. Tapi, saya kerjakan yang sudah ada, yang lain saya penuhi kemudian," ujar ayah dari satu anak ini.
TEMUAN Supandri, yang lahir 23 Juli 1959 di Bima ini dilatarbelakangi oleh kegemarannya mengutak-atik listrik. "Ayo kita ke Bima, di sana kamu bisa lihat yang namanya listrik," tutur Supandri menirukan ajakan ayahnya ketika ia kelas I SD di Desa Karumbu, Kecamatan Tanjung Langkudu. Dari desanya ia ikut berjalan kaki sejauh 60 kilometer. Katanya mengenang perjumpaan pertama dengan lampu listrik itu, "Oh ini yang namanya listrik, ada sinarnya." Sejak itu ia sangat tertarik kepada listrik.
Ia memperdalam ilmu kelistrikan di STM Negeri Mataram dan tamat tahun 1980. Di sekolah itu dia sempat mengajar sebagai tenaga honorer.
Supandri tidak menyelesaikan tugas belajar ke Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi (P3GT) di Bandung. Sebabnya adalah ia tidak sempat mengajar sebagai salah satu syarat kelulusan karena pada saat yang sama ia harus membawa adiknya yang cedera ke seorang dukun patah tulang.
Tidak tahan untuk menunggu 18 bulan agar mendapat kesempatan ulang, ia pulang ke Mataram. Di sana ia mengajar di Sekolah Teknik Mataram, sambil mengikuti kuliah di Fakultas Fisipol jurusan Komunikasi Universitas 45 Mataram dan tamat tahun 1990.
Guna menopang penghasilannya, Supandri bekerja nyambi sebagai karyawan perusahaan instalatir listrik. Tidak heran, di dalam tas kerjanya selalu tersimpan obeng, tang, dan perangkat kerja lain, dengan maksud bisa memburuh seusai jam kantor, seperti naik-turun tiang listrik dan memasang listrik dari rumah ke rumah. Di rumahnya pun Supandri sempat beternak ayam pedaging dan petelur, namun bangkrut akibat krisis ekonomi. (KHAERUL ANWAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar