Minggu, 03 Mei 2009

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SMP TERBUKA

A.Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha yang terus-menerus dalam rangka mengelola dan mengembangkan sumber daya manusia. Pada pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 memberi hak kepada setiap warga Negara Indonesia untuk mendapat pengajaran. Sebagai perwujudan cita-cita nasional tersebut telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut pada Bab V
(pasal 31, ayat 3) bahwa pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu kelulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan, dan berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat megikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler. A.Malik Fajar (2005;14)
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Namun dalam hal melaksanakan dan mewujudkan pendidikan yang terbuka, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah melaksanakan pendidikan tersebut dengan memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan Sekolah Dasar atau sederajat yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena berbagai alasan. Sementara itu, kemampuan pemerintah untuk membangun gedung baru dan mengangkat guru masih terbatas, untuk itu diperlukan upaya alternatif yang lebih inovatif, terutama untuk memberikan layanan pendidikan bagi kelompok masyarakat yang memiliki kendala tertentu seperti kendala geografis, ekonomi, sosial maupun keterbatasan waktu belajar.
Berdasarkan berbagai analisis diperoleh informasi bahwa masih banyak siswa lulusan SD yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi (SMP atau sederajat). Salah satu kendala adalah karena alasan ekonomi, maka siswa terpaksa meninggalkan sekolah untuk bekerja membantu orang tua atau keluarganya untuk mencari nafkah. Dan penyebab lain seperti lokasi sekolah induk yang cukup jauh dari tempat tinggal siswa, sehingga mereka kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung di SMP reguler setiap hari. Hal ini terjadi akibat dari lokasi pembangunan gedung baru sekolah yang belum merata sesuai dengan lokasi dan arus murid.
Arief Sadiman (1999;35) mengemukakan bahwa latar belakang kehidupan sebagian besar orang tua siswa mempunyai ekonomi lemah juga pada umumnya tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dapat mempengaruhi pandangan mereka tentang pentingnya pendidikan. Lemahnya ekonomi mereka juga menjadi penyebab rendahnya motivasi orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Hal inilah salah satu yang menjadi penyebab siswa tidak dapat melanjutkan sekolah sampai pada jenjang SMP, dan bahkan tidak sedikit yang meninggalkan sekolah atau putus sekolah (drop out).
Berangkat dari fenomena tersebut, sejak pencanangan Wajib Belajar Sembilan Tahun yang dimulai tanggal 2 Mei 1994, sampai saat sekarang pemerintah terus melaksanakan berbagai program dalam rangka penuntasan wajib belajar tersebut. Salah satu program tersebut adalah penyelenggaraan SMP Terbuka. Adanya SMP Terbuka diramalkan akan menjadi salah satu solusi dalam upaya membelajarkan atau menyekolahkan anak-anak usia sekolah yang pada kenyataannya tidak dapat bersekolah karena berbagai alasan. Misalnya karena alasan geografis, ekonomi, sosial dan budaya sehingga program Wajib Belajar sembilan tahun yaitu dituntaskan pada tahun 2009.
Sebagaimana di sekolah regular, tiga pilar pendidikan yaitu pemerintah, sekolah dan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Hadirnya SMP Terbuka yang sekarang ini peranan Kepala Sekolah perlu melaksanakan suatu perencanaan strategi dalam pengelolaannya secara komperhenship.

Pidarta. (2005;79), Ada empat pendekatan yang dipakai dalam proses berfikir secara strategi terhadap kemajuan pendidikan, pendekatan-pendekatan itu adalah (1) kerangka bimbingan (guidelne), (2) planajemen, (3) swot dan (4) investigative. Jadi konsep tersebut menggambarkan bahwa peran serta adanya dukungan stakeholder atau toma dan toga yang berdomisili di sekitarnya dan lingkungan masing-masing .

Pada era reformasi telah berubah paradigma sistem pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000, tentang pemerintah dan kewenangan Provinsi Daerah Otonom. Aspek yang tampak mencuat dalam penerapan desentralisasi di bidang pendidikan sekarang ini adalah pertama, pemberdayaan (empowering) kegiatan masyarakat dalam lembaga-lembaga pemerintah daerah tanpa kontrol yang ketat dari pemerintah pusat, dan kedua pengubahan atau pengalihan kebijakan manajemen pembangunan di bidang pendidikan dari yang bersifat top-down menjadi bottom-up. Melalui konsep desentralisasi ini diharapkan akan terjadi efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan menuju percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada saat sekarang ini, pendidikan nasional masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol antara lain (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, (2) masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan, (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi dan kemandirian. Hal ini juga akibat ketimpangan pemerataan pendidikan yang terjadi antara perkotaan dan pedesaan.
Bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMP Terbuka Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2006/2007 tabel 11, sebanyak 13.240 orang, yakni Kabupaten Lobar berjumlah 3. 244 orang , Loteng 3.051 orang, Lotim 3.155 orang, Sumbawa 610 orang, Dompu 954 orang, Bima 1.389 orang, Kota Mataram 677 orang, dan Sumbawa Barat 160 orang. Dinas Dikpora Prov NTB
(2007 : 11).
Berdasarkan fakta tersebut maka penyelenggaraan SMP Terbuka dianggap sangat mendesak. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan nasional yaitu; memberikan bekal kemampuan dasar yang merupakan perluasan serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh di Sekolah Dasar yang bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warga negara sesuai dengan tingkat perkembanganya serta memperhatikan siswa untuk hidup dalam masyarakat dan atau mengikuti pendidikan menengah.
Untuk menunjang penyelenggaraan SMP Terbuka tersebut membutuhkan peran serta masyarakat. Masyarakat dapat berperan aktif dalam banyak aspek antara lain (1) menyediakan tempat untuk kegiatan belajar bagi siswa misalnya di balai desa, rumah penduduk, masjid, surau dll. (2) Menyumbangkan sebagian harta miliknya dan menghimpun sumbangan secara sukarela dari masyarakat untuk menambah santunan bagi guru pamong/bina, lebih lagi kepada siswa. (3) Menjadi sponsor sebagai sebagai orang tua asuh siswa SMPT. (4) Menyediakan buku-buku bekas yang masih bisa dipakai sebagai sumber belajar. (5) Membantu sosialisasi keberadaan SMPT sehingga lebih dikenal oleh masyarakat luas. (6) Menyediakan fasilitas untuk keikutsertaan siswa dalam program keterampilan (lifeskill), kearifan lokal atau sering disebut dengan muatan lokal (local content), di bidang keterampilan dan kerajinan tangan, pertanian, perernakan dan lain sebagainya.

B.TUJUAN PENULISAN.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji secara teoritis tentang (1) peran serta masyarakat (2) konsep Sekolah Menengah Pertama Terbuka (3) peran serta masyarakat dalam melaksanakan Sekolah Menegah Pertama Terbuka (SMPT)
PEMBAHASAN
A. Peran Serta Masyarakat
1. Konsep Dasar
Pola administrasi dan manajemen pendidikan nasional yang efisien dan efektif memberikan tempat yang seluas-luasnya masyarakat untuk partisipasi. Dengan sistem pendidikan pesantren pada dasarnya merupakan wujud dari pendidikan yang indigenous yaitu pendidikan yang lahir dari kebutuhan dan untuk masyarakat dimana lembaga itu hidup.Tilaar (1999 ;155).
2. Kajian Teori.
Sebagai landasan teori dalam tulisan ini bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan SMP Terbuka penulis mengacu kepada pendapat;
Mulyasa (2004:20). Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat. Untuk itu, perlu difahami empat fungsi-fungsi pokok manajemen, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengawasan, (4) dan pembinaan.

Dari empat fungsi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut. Perencanaan merupakan proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Pengawasan dapat diartikan sebagai upaya untuk mengamati secara sistematis dan bekesinambungan; merekam; memberi penjelasan, petunjuk, pembinaan dan memperluas berbagai hal yang kurang tepat; serta memperbaiki kesalahan. Pengawasan, merupakan kunci keberhasilan dalam keseluruh proses manajemen, perlu dilihat secara komperhensif, terpadu, dan tidak terbatas pada hal-hal tertentu. Pembinaan merupakan rangkaian rangkaian upaya pengendalian secara profesional semua unsur organisasi agar berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai tujuan dapat dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
Peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan kemudian diimplementasikan dengan membentuk Dewan Pendidikan yang berkedudukan di Kabupaten/Kota, dan komite sekolah yang berkedudukan pada masing-masing sekolah. Masyarakat tidak hanya diarahkan sebagai objek (konsumen) pendidikan, akan tetapi juga diharapkan menjadi subjek dalam penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan baik dan berhasil ketika berperan maksimal dalam menunjang penyelengaraan disekolah.

3.Fungsi Peran Serta Masyarakat
Depdiknas (2005;31). Adapun fungsi peran serta masyarakat tersebut sebagai; (1) advisory agency (pemberi pertimbangan) berfungsi memberikan masukan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan, kriteria kinerja satuan pendidikan, kriteria tenaga kependidikan, kriteria fasilitas pendidikan, dan lain sebagainya; (2) supporting agency (pendukung) berfungsi mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan, menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiyayan pendidikan, mendorong tumbuhnya perhatian komite masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu (3) controlling agency (pengontrol) berfungsi melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggara, dan keluaran pendidikan (4) sebagai mediator (penghubung) berfungsi melakukan kerjasama dengan masyarakat, menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat, antara sekolah dengan masyarakat.
Dalam melaksanakan kelima fungsi tersebut diharapkan menjadi salah satu pilar yang dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan, khususnya penyelenggaraan SMP Terbuka.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat menurut Pidarta (1997;170) adalah untuk meningkatkan peranan mereka sebagai warga masyarakat, baik yang berkaitan dengan kewajiban maupun dengan hak mereka. Dalam rangka pendidikan seumur hidup misalnya, warga masyarakat bisa belajar tentang apa saja sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga pemahaman, keterampilan tertentu, dan sikap mereka semakin meningkat.
4. Pentingnya Memberdayakan Masyarakat
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi sekolah sesuai dengan paradigma baru manajemen pendidikan, disarankan perlunya memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah secara optimal. Hal ini penting, karena sekolah memerlukan masukan dari masyarakat dalam menyusun program yang relevan, sekaligus memerlukan dukungan masyarakat dalam melaksanakan program tersebut. Di lain pihak masyarakat memerlukan jasa sekolah untuk mendapatkan program-program pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Jalinan semacam itu dapat terjadi, jika kepala sekolah aktif dan dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan. Sebenarnya disekolah sudah ada petugas khusus untuk membina hubungan dengan masyarakat, yaitu wakil kepala sekolah urusan Hubungan Masyarakat (Humas). Maka dengan demikian, yang penting adalah bagaimana mengoptimalkan peran dan fungsi petugas tersebut.
Hubungan sekolah dengan masyarakat sangat besar manfaatnya artinya bahwa kepentingan pembinaan moral, material, dan memanfaatan masyarakat sebagai sumber belajar. Selanjutnya bagi masyarakat dapat mengetahui berbagai hal mengenai sekolah dan inovasi-inovasi yang dihasilkan, menyalurkan kebutuhan berpartisipasi dalam pendidikan, melakukan tekanan, dan tuntutan terhadap sekolah. Berbagai teknik dan sebgai mediator dapat dilakukan dalam konteks ini, seperti mengadakan rapat atau pertemuan, negosiasi, berkoordinasi dan berkomunikasi secara aktif termasuk dalam bentuk surat menyurat, menerbitkan buletin sekolah, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang bermanfaat bagi peserta didik maupun orang tua.
Model manajemen hubungan sekolah dengan masyarakat seluruh proses kegiatan sekolah yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan besungguh–sungguh, serta pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati dari masyarakat umumnya, khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung dengan sekolah. Lebih fokus lagi adalah bantuan apa yang dapat dilakukan oleh orang tua dan masyarakat untuk sekolah, seperti bantuan tenaga, pemikiran, ide dan dana atau barang untuk kemajuan sekolah.
Pada hakikatnya sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, seperti para orang tua yang tergabung dalam komite sekolah dan atasan langsung. Demikian pula hasil pendidikan yang berupa lulusan, akan menjadi harapan dan dambaan masyarakat. Oleh karena itu sekolah tidak boleh menjadi menara gading bagi masyarakat. Keterbatasan pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarna serta pembiyaan pendidikan, menyebabkan dukungan serta partisipasi masyarakat menjadi semakin penting, terutama masyarakat sebagai mitra dengan SMP Terbuka.
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan semakin lancar dan berhasil dalam melaksanakan tugasnya serta memperoleh simpati dari masyarakat, jika dapat menjalin hubungan yang akrab dan serasi dengan segenap masyarakat dan lingkungan melalui manajemen pengembangan dan hubungan sekolah dengan masyarakat.
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakikatnya merupakan motivator yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di sekolah. Dalam hal ini sekolah sebagai sistem sosial merupakan bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar yaitu masyarakat.
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang erat dan efisien, sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan. Oleh karena itu sekolah berkewajiban memberi informasi tentang visi dan misi sekolah dan kebutuhan yang ingin dicapai. Dan sekolah juga harus mengetahui dengan jelas apa kebutuhan harapan, serta tututan masyarakat terutama terhadap sekolah. Dengan kata lain bahwa hubungan sekolah dengan masyarakat harus dibina dan dikembangkan suatu hubungan kerjasama yang harmonis.



5. Menggalang Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat mengacu kepada adanya keikutsertaan masyarakat secara nyata dalam suatu kegiatan. Partisipasipasi itu bisa berupa gagasan, kritik membangun, dukungan pelaksanaan pendidikan.
Mulyasa (2005;178). Ada beberapa untuk menggalang partisipasi masyarakat dalam pendidikan di sekolah. Pertama, menawarkan sangksi terhadap masyarakat yang tidak mau berpartisipasi, baik berupa hukuman, denda, dan kerugian-kerugian yang diderita oleh pelanggar. Kedua, menawarkan hadiah kepada mereka yang mau berpartisipasi. Ketiga, melakukan persuasi bahwa keikutsertaan masyarakat dalam pendidikan di sekolah akan menguntungkan masyarakat sendiri baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Keempat, menghimbau masyarakat untuk turut berpartisipasi melalui serangkaian kegiatan. Kelima, menghubungkan partisipasi masyarakat dengan layanan sekolah yang lebih baik. Keenam, menggunakan tokoh masyarakat yang memiliki halayak untuk ikut serta dalam kegiatan sekolah, agar masyarakat banyak yang menjadi pengikutnya dalam pendidikan yang dapat diimplementasikan di sekolah.
Ketujuh, menghubungkan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sekolah dengan kepentingan mereka dan masyarakat harus diyakinkan bahwa banyak kepentingannya yang terlayani dengan baik di sekolah. Kedelapan, menyadarkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sekolah untuk mewujudkan partisipasi.

B. Konsep Tentang SMP Terbuka
1. Pengertian SMP Terbuka
SMP Terbuka adalah salah satu bentuk pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. Dengan dasar pertimbagan antara lain:
(1) landasan ontologis, pada dasarnya manusia dilahirkan kedunia ini memiliki perbedaan-perbedaan. Pendidikan terbuka/jarak jauh memberikan kemungkinan pendidikan yang sesuai dengan perbedaan kemampuan dan kondisi manusia yang bersangkutan, (2) landasan epistemologis, memberdayakan lembaga masyarakat, termasuk keluarga, untuk mengembangkan, memilih dan atau memperoleh pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka, (3) pertimbangan aksiologis, memberikan kesempatan agar mereka dapat dimungkinkan untuk mengikuti pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. A. Malik Fajar (2004;11)
Dalam upaya mencapai tujuan organisasi, kelembagaan SMP Terbuka menganut pendekatan sistem “INPUT – PROSES – OUTPUT” atau MASUKAN – PROSES – KELUARAN”. Untuk menghasilkan OUTPUT perlu dilakukan suatu PROSES. Untuk dapat melakukan proses diperlukan adanya INPUT. Jadi pendekatan “MASUKAN – PROSES – KELUARAN” merupakan satu kesatuan sistem yang utuh. Umaedi, (2002;11).

2.Sistem Belajar Sekolah Menengah Pertama Terbuka
Penyelenggaraan proses belajar mengajar di SMP Terbuka cukup luwes. Keluwesan tersebut diwujudkan dalam bentuk tatap muka di SMP Induk, tatap muka kombinasi, serta pola tatap muka guru kunjung ke Tempat Kegitan Belajar (TKB) dan belajar mandiri atau dikenal dengan istilah dengan tiga alternatif kegiatan pembelajaran untuk dilaksanakan dengan pola sebagai berikut:
(1) Pola tatap muka di SMP Induk 2 : 4 artinya dua hari kegiatan belajar mengajar disekolah induk dan empat hari di Tempat Kegiatan Belajar
(2) Pola tatap muka kombinasi di SMP induk dan di TKB 4 : 1 artinya empat hari kegiatan belajar di TKB dan satu hari kegiatan belajar tatap muka di sekolah induk.
(3) Pola tatap muka guru kunjung 4 : 2 artinya empat hari kegiatan belajar di tempat kegiatan belajar dan dua hari kegiatan pembelajaran secara langsung atau tatap muka di TKB oleh guru bina (kunjung). Dan tidak kalah pentingnya yakni kegiatan belajar mandiri yang dilaksanakan oleh siswa masing-masing untuk dilaksanakan setiap hari, berdasarkan waktu yang longgar dan sifatnya tidak mengikat, dan berdasarkan kesepakatan antara guru Bina, Pamong dan siswa. Depkkbud (1997;14).
Kelonggaran proses pembelajaran tersebut memungkinkan penyelengaraan SMP Terbuka dapat dilakukan di mana saja, dengan tidak terikat pada kondisi geografis yang sulit. Dengan demikian, maka keberadaannya saat ini sudah tersebar mulai di pedalaman pada semua Kabupaten dan bahkan masih ada di pusat-pusat kota dan sekitarnya.

3. Kurikulum Sekolah Menengah Pertama Terbuka
Secara kelembagaan, SMP Terbuka merupakan bentuk sekolah formal yang berinduk pada SMP reguler terdekat, baik negeri maupun swasta yang memenuhi syarat. Kurikulum yang digunakan di SMPTerbuka adalah kurikulum yang berlaku di SMP regurer. Indra Djati (2004;11).
Pengelolaan SMP Terbuka dapat ditinjau dari segi hirarki, bahwa pengelolaan SMP Terbuka mulai dilkasanakan pada sekolah yakni Kepala Sekolah adalah seorang Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator (EMASLIM).
Dalam pengelolaan SMPT, Kepala Sekolah dibantu oleh Pelaksana Tugas, Guru Bina, Pamong dan Tata Usaha. Sedangkan tingkat Kabupaten/Kota penanggungjawab pengelolaan adalah Kepala Dinas dibantu serta Pengawas Pendidikan.
Di tingkat Provinsi adalah sebagai koordinator teknis dan fungsional untuk pembinaan maupun dalam pengembangan. Untuk tingkat Pusat Dirjen Dikdasmen dalam hal ini sebagai perencana strategis kerjasama dengan Pustekkom Informasi Pendidikan. Bagaimana langkah-langkah pengelolaan mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendaliannya segala kebutuhan dalam memfasilitasi SMP Terbuka. Umaedi (2002;25).
Di SMP Terbuka dikenal dengan dua macam cara pengelolaan yaitu pengelolaan secara penuh yang difasilitasi oleh SMP Induk dan pengelolaan mandiri yang dilaksanakan oleh masyarakat secara individi (perorangan) atau melalui lembaga swadaya masyarakat. TKB mandiri harus terdaftar pada salah SMP yang terdekat, yang merupakan SMP Induk. Pengelolaan mandiri adalah suatu tempat kegiatan belajar yang keberadaannya atas prakarsa masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang sangat tinggi kepeduliannya terhadap para tamatan Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah/Paket A setara, yang tidak dapat melanjutkan ke SMP Reguler.
Jadi untuk kelancaran proses belajar mengajar secara sukarela oleh lembaga swadaya masyarakat, dimaksud menghimpun tenaga dan dana maupun sumbangan dari masyarakat yang syah, serta dari pemerhati pendidikan yang sangat peduli terhadap pelaksanaan SMPT, sementara SMP Induk hanya mengkoordinir dan kerjasama dalam hal tertentu.

4. Bahan Belajar Sekolah Menengah Pertama Terbuka
Bahan belajar utama siswa SMPT adalah bahan cetak dan elektronik, bahan cetak tersebut disebut modul yang telah disusun secara sederhana supaya dapat dipelajari sendiri oleh siswa. Program dalam bentuk media elektronik berupa media audio, program siaran Televisi Edukasi (TVE), program e-dukasi.net (www.bimbelonline.net) yang menyiapkan materi dan program audio visual berupa CD pembelajaran yang memuat materi bidang studi masing-masing.
Harina Yuhetty (2005;11). Ditijau dari asal usul bahwa sumber bahan belajar siswa SMP Terbuka membedakan ada empat faktor antara lain; orang, bahan, peralatan, lingkungan /lata dan sumber bahan belajar yang dirancang secara tidak khusus.
(1);Orang adalah manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan, pengolah dan penyaji pesan. Contohnya guru, dosen, tutor, pustakawan, instruktur, tenaga ahli, peneliti dan lain sebagainya.
(2); Bahan adalah perangkat lunak (software ) yang mengandung pesan-pesan belajar yang biasanya disajikan melalui media tertentu. Contohnya , buku teks modul, overhead tranparansi, kaset program audio, audio visual, kaset program video, program slide suara, pembelajaran berbasis komputer, program multimedia interaktif, tape recorder, e-lebrary, e-dukasinet, dll-nya.
(3); Lingkungan/latar adalah situasi di sekitar terjadinya proses pembelajaran dimana peserta didik menerima materi pelajaran. Lingkungan dimaksud adalah lingkungan fisik misalnya gedung sekolah, laboratorium, aula, bengkel, perpustakaan desa, pabrik, dan kenyataannya bahwa tempat kegiatan belajar bisa dilaksanakan pada rumah penduduk, beruga (sekepat), dan lain-lainnya.
(4) Sumber bahan belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (learning resorces by utilization), yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan oleh siswa/wi contohnya; sawah, ladang, kebun, museum dan lain-lain.
Ditinjau dari sumber bahan belajar siswa SMP Terbuka tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis; yaitu sumber bahan belajar yang dirancang (learning resources by desing) yaitu sumber belajar yang secara khusus untuk mencapai tujuan tertentu, dan sumber bahan belajar yang sudah tersedia dan tinggal dimanfaatkan (laerning resources by utilization) yaitu sumber belajar yang secara tidak khusus dirancang atau dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, tetapi dapat dipilih dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.

Hal lain yang perlu diketahui pula adalah media pembelajaran menurut Yatim Riyanto (2006;60).
Komponen media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci sehingga dapat dicerna dengan sebaik-baiknya oleh siswa. Media meliputi, misalnya : buku pelajaran, modul, pembelajaran berprogram, naskah radio, kaset, video, film dan sebagainya.


C. Peran Serta Masyarakat Dalam Menunjang Pelaksanaan SMP Terbuka
Dalam rangka desentralisasi dan demokrasi pendidikan, partisipasi masyarakat sangat diperlukan. Masyarakat harus menjadi partner sekolah dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran karena kerjasama di antara keduanya sangat penting dalam membentuk pribadi peserta didik. Mulyasa (2005;188).
Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa masyarakat dan sekolah merupakan partnership dalam berbagai aktifitas yang berkaitan dengan aspek-aspek pendidikan diantaranya: (1) masyarakat dengan sekolah merupakan satu keutuhan dalam menyelenggarakan pendidikan dan pembinaan pribadi peserta didik. (2) Masyarakat sekitar sekolah memiliki andil dan mengambil bagian serta bantuan dalam pendidikan di sekolah, untuk mengembangkan berbagai potensi secara optimal sesuai dengan harapan peserta didik. (3) Sekolah dengan dan tenaga kependidikan menyadari pentingnya kerjasama dengan masyarakat bukan saja dalam hal pembaharuan tetapi juga dalam menerima berbagai konsekuensi dan dampak serta mencari alternatif pemecahannya.
Peran dewan pendidikan dan komite sekolah dalam meningkatkan SMP Terbuka dalam memberdayakan masyarakat antara lain.
a.Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
b.Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan atau organisasi), dan dunia kerja, pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas
c.Mendorong orang tua dan masyarakat untuk secara aktif berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan kualitas, relevansi, dan pemerataan pendidikan
d.Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, kebijakan, program, dan output pendidikan.
Keinginan pemerintah, yang digariskan dalam haluan negara agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi, bahwa partisipasi masyarakat secara aktif untuk merealisasikan otonomi daerah. Karena itu pula kesiapan SMP Induk, sebagai ujung tombak pelaksanaan operasional pendidikan pada garis bawah, sementara sistem pendidikan selama ini dikelola secara terpusat (sentralistik) harus diubah untuk mengikuti irama yang sedang berkembang.

SIMPULAN
1. Peran Serta Masyarakat.
Peran serta masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya dalam menunjang penyelenggaraan suatu kegiatan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan yang dimaksudkan tersebut mencakup empat aspek utama yang dapat menjadikan masyarakat sebagai mitra sekolah dalam pencapaian tujuannya.

Empat aspek tersebut adalah masyarakat berperan aktif dalam;(1) Memberi pertimbangan (advisory agency),dalam memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekolah, serta menentukan dan melaksanakan kebijakan pendidikan. (2) Mendukung(supporting agency), kerjasama sekolah dengan masyarakat, baik secara finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.(3)Mengontrol (controlling agency),kerjasama sekolah dengan masyarakat dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan output pendidikan. (3) Mediator antara sekolah, pemerintah (eksekutif), dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD/legislatif ) dengan masyarakat. Mulyasa (2005;191).

SMP Terbuka sebagai salah satu subsistem pendidikan jalur sekolah yang menerapkan prinsip belajar mandiri, yaitu belajar dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain atau kelompok, sehingga proses belajar yang terjadi atas prakarsa sendiri. Sekolah ini diselenggarakan secara terpusat pada sekolah induk yang membawahi beberapa Tempat Kegiatan Belajar baik yang dikelola secara mandiri maupun reguler.
2. Pelaksanaan SMP Terbuka baik waktu dan tempat belajar lebih terbuka untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik dengan tujuan memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada siswa/wi lulusan SD/MI, Paket A setara atau sederajat, yang berkeinginan untuk melanjutkan ke SMP. Dan sekolah tersebut dapat melayani kebutuhan siswa usia 13-15 dan maksimal 18 tahun yang tidak dapat mengikuti pelajaran secara biasa pada SMP Reguler.
3. Peran serta masyarakat untuk menfasilitasi kepada siswa/wi yang berprestasi perlu dicarikan solusi guna menyisihkan sebagian rejekinya, baik secara individu maupun kelembagaan untuk membantu biaya pendidikan kejenjang lebih tinggi bagi mereka yang kurang berutung. Hal ini perlu tiru tetang upaya Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan Depdiknas dan jajarannya, bahwa siswa/wi SMPT yang berprestasi diberikan beasiswa sampai ke jenjang yang lebih tinggi, melalui Program Kita Harus Belajar (KIHAJAR). Lilik Gani, Pustekkom Depdiknas ( Leaflet 07 )
4. Salah satu model pengelolaan pendidikan yang kini digagas Departemen Pendidikan Nasional adalah apa yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), ini merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah masing-masing. Oleh karnanya model ini merupakan suatu tantangan bagi komite sekolah, bertujuan mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan pada satuan pendidikan, khusnya pada SMP Terbuka.
Dari uraian tersebut dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan dan pengembangan SMP Terbuka, hal tersebut bagi para pelaku pendidikan yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung bersunguh-sunguh demi kemajuan anak bangsa di Bumi Gora yang tercinta ini.

DAFTAR PUSTAKA
A. Malik Fajar, 2004. Buku Kenagan 25 Tahun SMP Terbuka. Depdiknas Direktur Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Arief S.Sadiman, 1999. Jaringan Sistem Belajar Jarak Juah Indonesia Pustekkom Pendidikan Depkdinas
Arief S.Sadiman, 2005 Pengembangan Lembaga Sebagai Upaya Peningkatan Akses Dan Mutu SLTP Terbuka, http://www.nios.org Januari 2005
Depdiknas, 2005. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Depdiknas, 2004. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003
Dinas Dikpora NTB, 2007. Buku Saku Data Dan Informasi Provinsi NTB
Depdikbud, 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka.
Depdikbud 1997. Buku Petunjuk Praktis Buku Bagi Guru Bina dan Pamong
E. Mulyasa, 2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa, 2005. Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
Harina Yuhetty 2005. Model Pusat Sumber Belajar, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Depdiknas
H.A.R Tilaar, 1999. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung : PT. Rosdakarya.
Lilik Gani, 2007. Lefleat Pusat Teknologi Informasi Dan Komunikasi Pendidikan Depdiknas Jakarta
Made Pidarta, 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem, Edisi Revisi, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Made Pidarta, 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori Dengan Pendekatan Sistem, Edisi Revisi, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
Made Pidarta, 1997. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia: Penerbit Rineka Cipta Jakarta.
Miftah Thoha, 1999. Jurnal dan Kebudayaan Balitbang, Jakarta: Depdikbud.
Suyanto, 2005. Acuan Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah, Depdinas Dirjen Dikdasmen.
Umaedi, 2002. SLTP Terbuka Selayang Pandang, Jakarta : Depdiknas.
Yatim Riyanto, 2006. Pengembangan Kurukulum Dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Surabaya: Unesa Universiy Press.

Selasa, 07 April 2009

Materi kls 6 SD/MI

Materi pelajaran berikut ini adalah membahas pengetahuan dasar tentang rangkaian listrik, selanjutnya pokok bahasan ini adalah perbedaan rangkaian listrik yaitu a) rangkaian seri, b) rangkaian pararel, c) rangkaian campuran, d) dan pokok bahasan berikutnya akan dijelaskan tentang bel listrik diarec curren (dc), serta e) kemagnitan.
ad. rangkaian seri adalah .................

Pokok

Senin, 06 April 2009

foto


Dua orang siswa/wi, di SD Negeri Karumbu Kecamatan Langgudu Kabupaten Bima, ketika melakukan experimen, pokok bahasan merangkai Listrik terbuka dan tertutup; tentang bagaiana cara menghubungkan lampu, antara lain melaksanakan percobaan; rangkaian listrik untuk dua buah atau tiga buah lampu dalam keadaan seri, paralel, dan hubungan campuran yaitu dua, tiga buah lampu ataupun lebih dengan menggunakan satu saklar seri, sehingga siswa dapat mengamati, dan membuktikan, serta memahami konsep dasar kelistrikan.

Minggu, 05 April 2009


Alat Praktek IPA Listrik untuk Kelas 5 SD


Alat peraga ipa listrik telah diberikan kepada sekolah-sekolah yang tersebar di Kabupaten/Kota se Nusa Tenggara Barat , dengan jumlahnya yang terbatas. Foto ini adalah salah satu siswa/ guru SD di Kabupaten Dompu yang telah memanfaatkannya. dok. Supandri

Foto kunjungan Mendiknas RI, Bambang Sudibyo, Supandri sedang mendemonstrasikan cara kerja alat peraga IPA Listrik untuk siswa kelas 5 SD. dok 2004

Abstrak Tesis

ABSTRAK

Supandri, 2008. Pengembangan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan SMP Terbuka Narmada 1 Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat. Tesis Program Studi S2 Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya.

Pembimbing I : Prof. Dr. Made Pidarta
Pembimbing II : Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd.

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan peran serta masyarakat dalam menjalankan fungsinya sebagai pemberi pertimbagan (advisory agency), pendukung (supporting agency), pengotrol (controlling agency, dan sebagai mediator di SMP Terbuka Narmada 1 Kabupaten Lombok Barat.
Pendekatan penelitian adalah kualitatif dengan jenis pengembangan uji coba konsep. Data dikumpulkan dengan instrumen wawancara, observasi dan dokumentasi. Data dianalisis secara kualitatif yang mengarah pada model pengembangan melalui langkah-langkah display data, reduksi data dan verifikasi dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian sebagai berikut:
1. Peran serta masyarakat dalam memenuhi fungsinya sebagai pemberi pertimbangan (Advisory Agency) pada mulanya dalam hal input, proses, output dan outcome masih rendah. Setelah dikembangkan peran serta masyarakat pada semua aspek menjadi lebih meningkat.
2. Peran serta masyarakat sebagai pendukung (Supporting Agency) masih sangat rendah ada di SMP Terbuka Narmada. Setelah dikembangkan maka dukungan masyarakat berkembang menjadi lebih meningkat baik dalam hal proses belajar mengajar, sarana-prasarana, keuangan, personalia, dan dalam bidang pengembangan sekolah.
3. Peran serta masyarakat sebagai pengontrol (Controlling Agency) pada awalnya terhadap input, perencanaan pendidikan, proses penyelenggaraan program, output dan outcome masih sangat minim. Setelah dikembangkan peran serta masyarakat tersebut menjadi optimal.
4. Peran serta masyarakat pada mulanya sebagai mediator dengan sekolah, masyarakat, dan pada pemerintah masih belum optimal. Setelah dikembangkan peran serta masyarakat dapat lebih disempurnakan.


ABSTRACT

Supandri, 2008. Enhancing the Society Participation in Open School Management of Narmada 1 in Lingsar District of Lombok Barat. A Thesis for Post Graduate on Educational Management of Surabaya State University

First Consultant : Prof. Dr. Made Pidarta
Second Consultant : Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd.

This particular thesis is fully aimed at improving the society participation in running their four functions as the advisory agency, supporting agency, controlling agency and as the mediator in SMP Terbuka Narmada 1 of Lombok Barat Regency.
The objectives above would be achieved by applying an qualitative-improvement research. Data are obtained through three major instruments namely in depth interviews, observation and documents. The obtained data are then analyzed qualitative-tryout concepts by data display, data reduction, verifying then having inferences.
The research reveals that:
1. The society’s participation in running their functions as the Advisory Agency) previously in relation to input, process, output and outcome is still left behind. After getting improvement as a result of this research the society’s participation could be improved in all aspects.
2. The society’s participation as a supporting agency were still very low in SMP Terbuka Narmad 1. After improving the society’s supports get better either in terms of teaching and learning process, facilities, budgets, or related to school development.
3. The society’s participation as the Controlling Agency previously in relation to input, educational planning, the process of program application, output and outcome were still very low. After getting improvement the participation could be enhanced as well.
4. The society’s participation previously as the mediator among the school and the parents, school commitee and the societies, and the parents and the government were still left behind. After getting improvement the parents’ participation could be improved perfectly.

Supandri, Penemu Alat Peraga Praktik Listrik

MATA pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam/IPA Listrik agaknya tidak bisa dipelajari melalui teori semata, tetapi harus diikuti dengan kegiatan praktik. Dengan melihat langsung mekanisme kerjanya, siswa mudah memahami komponen listrik ketimbang membacanya melalui teori-teori dalam buku yang terkesan sebatas mengajak siswa untuk ’berkhayal’.
HANYA saja, alat peraga untuk itu amat terbatas jumlahnya. Malah, Kotak Instrumen Terpadu (KIT) buatan luar negeri-bantuan kepada sekolah dasar-dipakai bergiliran satu gugus sekolah yang terdiri atas empat sekolah. Saling pinjam alat peraga antarbeberapa SD ini bisa menjadi persoalan jika SD-SD tadi punya jadwal pelajaran yang jam dan harinya bertepatan.
Beruntung kini ada Supandri, warga Desa Peteluan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, yang mampu menjawab keterbatasan itu dengan alat peraga sederhana yang dibuatnya. Alat praktikum IPA Listrik untuk siswa kelas VI SD ini berbahan sederhana. Bahannya berupa papan tripleks, kawat email, kawat semur berserat, jepitan lidah buaya, fiting senter, mur, baut, resistor, sakelar, ditambah aluminium sebagai rangka merakit komponen itu.
DENGAN alat yang dirangkainya itu, selain membantu siswa untuk memahami pengukuran arus dan tegangan pada resistor hubungan seri, paralel, serta campuran, Supandri juga berhak mendapat penghargaan Teknologi Terapan Tahun 2002 Kategori Penemu, yang diselenggarakan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB.
"Istri saya nanya, bagaimana caranya mengajar IPA Listrik agar lebih mudah dipahami oleh siswa," ujar karyawan Balai Teknologi Komunikasi Pendidikan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dikpora) NTB ini tentang proses ’pencariannya’ menemukan alat peraga itu.
Pertanyaan sang istri (Siti Aisyah, guru SD)-mungkin juga kesulitan yang dialami oleh sebagian besar guru SD-memicunya untuk mencari solusi. Riset adalah langkah awal Supandri mencari solusi.
KIT buatan luar negeri itu, di samping jumlahnya terbatas, juga punya kelebihan dan kelemahan. Kelemahannya adalah KIT berbahan plastik dan tidak dilengkapi rangkaian campuran (seri dan paralel). Kekurangan KIT itu ia sempurnakan dengan komponen lain dengan bahan baku lokal yang umumnya barang bekas.
Alat bikinan Supandri itu memudahkan para guru dan siswa karena dilengkapi dengan petunjuk berupa langkah kerja di dalam merangkai kabel hubungan seri, paralel, dan campuran. Dibuat dalam bentuk kotak persegi, alat ini bisa dibuka dan ditutup, yang memudahkan siswa menyaksikan cara kerjanya.
Itu diketahui setelah melalui proses uji coba selama hampir dua tahun sejak tahun 1999. Para guru dan siswa SD 11 dan SD 16 Mataram merasa terbantu di dalam merangkai hubungan campuran yang tidak ada pada alat peraga dari luar negeri itu.
Dengan alat ini, siswa belajar sendiri sehingga para guru tidak perlu repot-repot membaca beberapa buku teori kelistrikan yang harus dibahas di depan kelas dan diselesaikan dalam satu caturwulan atau enam bulan (semester).
Mata pelajaran IPA Listrik meliputi beberapa pokok bahasan dan subpokok bahasan yang harus disampaikan kepada siswa. Misalnya, untuk pokok bahasan magnet ditargetkan 16 jam pelajaran, pokok bahasan listrik 30 jam pelajaran, ditambah subpokok bahasan yang rata-rata memiliki durasi delapan jam pelajaran dan harus diselesaikan selama satu caturwulan atau satu semester.
Sedangkan untuk pelajaran praktik ternyata jarang terlaksana karena alat peraga yang terbatas. Dengan alat itu, teori mata pelajaran IPA Listrik bisa dipersingkat menjadi dua minggu, jam pelajaran selebihnya digunakan untuk kegiatan praktik, sebagai salah satu tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bahkan, teknik dasar kelistrikan yang didapat di sekolah itu mungkin bisa diimplementasikan oleh para siswa di rumahnya tanpa harus menunggu tukang instalatir. Bila dikalkulasikan dengan uang, alat buatan Supandri relatif murah, Rp 200.000-Rp 500.000 per unit.
Kerja keras Supandri mendapat respons dari Dinas Dikpora NTB yang menyediakan anggaran untuk memperbanyak alat peraga itu. Dengan total biaya Rp 19.800.000 dalam tahun anggaran 2004 ini, Supandri ditugasi membuat 36 unit alat peraga seharga Rp 550.000 per unit. Pembuatan alat itu ditangani siswa Sekolah Teknik Menengah (STM) Mataram, sedangkan desainnya dibuat Supandri.
"Jumlah itu masih kurang karena beberapa SD di NTB umumnya memesan 50-100 unit alat peraga. Tapi, saya kerjakan yang sudah ada, yang lain saya penuhi kemudian," ujar ayah dari satu anak ini.
TEMUAN Supandri, yang lahir 23 Juli 1959 di Bima ini dilatarbelakangi oleh kegemarannya mengutak-atik listrik. "Ayo kita ke Bima, di sana kamu bisa lihat yang namanya listrik," tutur Supandri menirukan ajakan ayahnya ketika ia kelas I SD di Desa Karumbu, Kecamatan Tanjung Langkudu. Dari desanya ia ikut berjalan kaki sejauh 60 kilometer. Katanya mengenang perjumpaan pertama dengan lampu listrik itu, "Oh ini yang namanya listrik, ada sinarnya." Sejak itu ia sangat tertarik kepada listrik.
Ia memperdalam ilmu kelistrikan di STM Negeri Mataram dan tamat tahun 1980. Di sekolah itu dia sempat mengajar sebagai tenaga honorer.
Supandri tidak menyelesaikan tugas belajar ke Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi (P3GT) di Bandung. Sebabnya adalah ia tidak sempat mengajar sebagai salah satu syarat kelulusan karena pada saat yang sama ia harus membawa adiknya yang cedera ke seorang dukun patah tulang.
Tidak tahan untuk menunggu 18 bulan agar mendapat kesempatan ulang, ia pulang ke Mataram. Di sana ia mengajar di Sekolah Teknik Mataram, sambil mengikuti kuliah di Fakultas Fisipol jurusan Komunikasi Universitas 45 Mataram dan tamat tahun 1990.
Guna menopang penghasilannya, Supandri bekerja nyambi sebagai karyawan perusahaan instalatir listrik. Tidak heran, di dalam tas kerjanya selalu tersimpan obeng, tang, dan perangkat kerja lain, dengan maksud bisa memburuh seusai jam kantor, seperti naik-turun tiang listrik dan memasang listrik dari rumah ke rumah. Di rumahnya pun Supandri sempat beternak ayam pedaging dan petelur, namun bangkrut akibat krisis ekonomi. (KHAERUL ANWAR)